• LinkedIn
  • Join Us on Google Plus!
  • Subcribe to Our RSS Feed

Selasa, 05 Oktober 2010

Adat Gue

00.50 // by Unknown // , // No comments


BUSANA PENGANTIN WANITA
Busana pengantin menjadi simbol budaya yang dimiliki suatu daerah. Demikian pula dengan busana pengantin Bugis – Makassar. Pengantin wanita mengenakan busana yang disebut Baju Bodo yang berarti tanpa lengan, dipadu dengan warna keemasan dari hiasan yang terbuat dari lempengan berwarna emas. Lempengan emas tersebut dipasang sepanjang pinggiran bagian bawah dan atas busana. Terkesan mewah dan elegan. Di bagian bawah, pengantin wanita mengenakan sarung bermotif berhiaskan payet dan lempengan emas.

Tampilan busana semakin mewah dengan kehadiran perhiasan seperti gelang dan kalung. Di masa lalu, perhiasan tersebut biasanya terbuat dari emas murni atau perak yang menunjukkan status sosial si pemakainya. Perhiasan seperti kalung berantai, kalung rantekote, kalung besar. Sedangkan di tangan juga dpenuhi dengan beragam perhiasan seperti gelang keroncong bersusun atau biasa disebut bossa, perhiasan lengan atas (lola), perhiasan lengan bawah (paturu), perhiasan lengan baju sima-sima. Pada bahu sebelah kiri diselempangkan selendang berwarna keemasan dan dipindahkan ke bahu sebelah kanan jika selesai akad nikah.


PENGANTIN PRIA
Busana pengantin pria tak kalah elegan dan mewah dengan busana pengantin wanita. Pengantin pria mengenakan belladada atau serupa dengan jas berkerah yang dipadu dengan sarung bermotif (tope) dan warna yang sama dengan yang dikenakan pengantin wanita. Busana ini dipadu dengan perhiasan keemasan seperti gelang, rante sembang, salempang, kalung, sapu tangan (passapu ambara), dan keris berbentuk ular naga. Keris yang biasa digunakan oleh kalangan bangsawan adalah keris dengan kepala dan sarung terbuat dari emas yang biasa disebut pasattimpo atau tatarapeng.

TATA RIAS PENGANTIN

Tata rias pengantin Bugis-Makassar tergolong unik. Pengantin wanita mengenakan sanggul yang bentuknya berdiri tegak di belakang kepala, biasa dikenal dengan nama Simpolong Teppong. Sanggul tersebut dipadu dengan berbagai aksesoris rambut berupa Pinang Goyang (mirip dengan kembang goyang), Bunga Sibali dan Bunga Simpolong, Mahkota Saloko (mirip dengan bando yang diletakan di bagian atas kepala).

Selain itu, tatanan rambut pengantin wanita Bugis-Makassar menggunakan hiasan hitam pada dahi (mirip dengan paes pengantin Jawa) yang disebut Dadesa. Selain Dadesa, pengantin wanita juga mengenakan anting yang disebut Bangkara. Semua terkesan mewah dan elegan. Apalagi umumnya perhiasan yang dikenakan terbuat dari emas.

PENGANTIN PRIA

Untuk pengantin pria, penggunaan Sigarak (penutup kepala) merupakan sebuah kewajiban. Di bagian depan Sigarak terdapat sebuah hiasan yang bentuknya mirip dengan kembang goyang. Perhiasan yang hadir hanyalah Kalung Rante.

KULINER

Dalam setiap upacara pernikahan adat Bugis-Makassar, kue-kue khas Bugis-Makassar, seperti Bayao nibalu, Cucuru’ Bayao, Sirikaya, Barongko, Taripang, Onde-onde/Umba-umba, Bannang-bannang, Bolu Peca, dan lain-lain biasanya selalu hadir disajikan. Sebagian besar kue tradisional Bugis-Makassar rasanya manis karena berbahan dasar gula pasir atau gula merah. Misalnya seperti Bannang-banang alias Karasa’ adalah penganan penting untuk berbagai acara adat Bugis-Makassar, seperti acara pernikahan dan syukuran kelahiran. Makanan yang tampilannya mirip roti jala ala Medan dan Aceh itu berbahan beras dan gula aren.
Sementara Cucuru Bayao merupakan kue yang memiliki simbol pengharapan perjalanan rumah tangga kedua pengantin agar selalu manis seperti rasa kue ini. Konon, nenek moyang orang Bugis-Makassar membuat kue ini dengan ritual khusus dan dilakukan dengan sungguh-sungguh. Si pembuat kue harus bersih, berdandan cantik, tidak boleh marah, cemberut atau buang angin.



Tata cara upacara adat Bugis-Makassar dalam acara perkawinan sejatinya memiliki beberapa proses atau tahapan upacara adat, antara lain:





A’jangang-jangang (Ma’manu’-manu’).
A’suro (Massuro) atau melamar.
A’pa’nassar (Patenre ada’) atau menentukan hari.
A’panai Leko’ Lompo (erang-erang) atau sirih pinang.
A’barumbung (Mappesau) atau mandi uap, dilakukan selama 3 (tiga) hari.
Appassili bunting (Cemme mappepaccing) atau siraman dan A’bubbu’ ( mencukur rambut halus dari calon mempelai.
Akkorontigi (Mappacci) atau malam pacar.
Assimorong atau akad nikah.
Allekka’ bunting (Marolla) atau mundu mantu.
Appa’bajikang bunting atau menyatukan kedua mempelai.
Upacara tradisional tersebut di atas masih memiliki uraian-uraian yang lebih detail dari masing-masing tahapan atau proses. Pada kesempatan ini akan diuraikan tentang tata cara upacara adat: 1. Appassili bunting (Cemme mappepaccing) dan A’bubbu’.2. A’korontigi (Mappacci).3. Appanai’ Leko Lompo (Erang-erang) atau sirih pinang, danAssimorong (Akad Nikah)

Appassili bunting (Cemme mappepaccing), A’bubbu’ dan Appakanre Bunting
Kegiatan dalam tata cara atau prosesi upacara adat ini terdiri dari:

Appassili bunting.



Persiapan sebelum acara ini adalah calon mempelai dibuatkan tempat khusus berupa gubuk siraman yang telah ditata sedemikian rupa di depan rumah atau pada tempat yang telah disepakati bersama oleh anggota keluarga.


Gambar 1: Perangkat adat prosesi Siraman.





Acara dilakukan sekitar pukul 09.00 – 10.00 waktu setempat.Pelaksanaan acara pada jam tersebut memiliki niat atau maksud. Calon mempelai memakai busana yang baru/baik dan ditata sedemikian rupa.

Appassili atau Cemme Mappepaccing mengandung arti membersihkan dengan maksud agar calon mempelai senantiasa diberi perlindungan dan dijauhkan dari mara bahaya oleh Allah SWT.



Alat atau bahan yang digunakan dalam prosesi adat ini adalah:

Pammaja besar/Gentong.
Gayung/tatakan pammaja.
Air, sebagai media yang suci dan mensucikan.
Bunga tujuh rupanna (tujuh macam bunga) dan wangi-wangian.
Ja’jakkang, terdiri dari segantang (4 liter) beras diletakkan dalam sebuah bakul.
Kanjoli’ (lilin), berupa lilin berwarna merah berjumlah tujuh atau sembilan batang.
Kelapa tunas.
Gula merah.
Pa’dupang.
Leko’ passili.

Prosesi Acara Appassili:

Sebelum dimandikan, calon mempelai terlebih dahulu memohon doa restu kepada kedua orang tua di dalam kamar atau di depan pelaminan. Kemudian calon mempelai akan diantarkan ke tempat siraman di bawah naungan payung berbentuk segi empat (Lellu) yang dipegang oleh 4 (empat) orang gadis bila calon mempelai wanita dan 4 (empat) orang laki-laki jika calon mempelai pria. Setelah tiba di tempat siraman, prosesi dimulai dengan diawali oleh Anrong Bunting, setelah selesai dilanjutkan oleh kedua orang tua serta orang-orang yang dituakan (To’malabbiritta) yang berjumlah tujuh atau sembilan pasang.

Gambar 2: Calon mempelai wanita memohon doa restu pada kedua orang tua





Gambar 3. Calon mempelai wanita menuju tempat siraman di bawah naunga Payung Lellu.

Tata cara pelaksanaan siraman adalah air dari pammaja/gentong yang telah dicampur dengan 7 (tujuh) macam bunga dituangkan ke atas bahu kanan kemudian ke bahu kiri calon mempelai dan terakhir di punggung, disertai dengan doa dari masing-masing figure yang diberi mandat untuk memandikan calon mempelai. Setelah keseluruhan selesai, acara siraman diakhiri oleh Ayahanda yang memandu calon mempelai mengambil air wudhu dan mengucapakan dua kalimat syahadat sebanyak tiga kali. Selanjutnya calon mempelai menuju ke kamar untuk berganti pakaian.

Gambar 4. Prosesi acara Appassili (siraman)

A’bubbu’ (Macceko).
Setelah berganti pakaian, calon mempelai selanjutnya didudukkan di depan pelaminan dengan berbusana Baju bodo, tope (sarung pengantin) atau lipa’ sabbe, serta assesories lainnya. Prosesi acara A’bubbu (macceko) dimulai dengan membersihkan rambut atau bulu-bulu halus yang terdapat di ubun-ubun atau alis.


Gambar 5: Prosesi acara A’bubbu’ (Macceko)

Appakanre bunting.Appakanre bunting artinya menyuapi calon mempelai dengan makan berupa kue-kue khastradisional bugis makassar, seperti Bayao nibalu, Cucuru’ bayao, Sirikaya,Onde-onde/Umba-umba, Bolu peca, dan lain-lain yang telah disiapkan dan ditempatkandalam suatu wadah besar yang disebut bosara lompo.

Gambar 6: Prosesi Acara Appakanre bunting




2. Akkorontigi (Mappacci).
Rumah calon mempelai telah ditata dan dihiasi sedemikian rupa dengan dekorasi khas daerah bugis makassar, yang terdiri dari:

a. Pelaminan (Lamming) b. Lila-lila c. Meja Oshin lengkap dengan bosara. d. Perlengkapan Korontigi/Mappacci.



Gambar 7: Situasi ruangan tempat prosesi Akkorontigi/Mappacci

Acara Akkorontigi/Mappacci merupakan suatu rangkaian acara yang sakral yang dihadiri oleh seluruh sanak keluarga (famili) dan undangan.

Acara Akkorontigi memiliki hikmah yang mendalam, mempunyai nilai dan arti kesucian dan kebersihan lahir dan batin, dengan harapan agar calon mempelai senantiasa bersih dan suci dalam menghadapi hari esok yaitu hari pernikahannya.

Perlengkapannya:
Pelaminan (Lamming).
Bantal.
Sarung sutera sebanyak 7 (tujuh) lembar yang diletakkan di atas bantal.
Bombong Unti (Pucuk daun pisang).
Leko Panasa (Daun nangka), daun nangka diletakkan di atas pucuk daun pisang secara bersusun terdiri dari 7 atau 9 lembar.
Leko’ Korontigi (Daun Pacci), adalah semacam daun tumbuh-tumbuhan (daun pacar) yang ditumbuk halus.
Benno’ (Bente), adalah butiran beras yang digoreng tanpa menggunakan minyak hingga mekar.
Unti Te’ne (Pisang Raja).
Ka’do’ Minnya’ (Nasi Ketan).
Kanjoli/Tai Bani (Lilin berwarna merah).

Prosesi acara Akkorontigi/Mappacci:

Setelah para undangan lengkap dimana sanak keluarga atau para undangan yang telah dimandatkan untuk meletakkan pacci telah tiba, acara dimulai dengan pembacaan barzanji atau shalawat nabi, setelah petugas barzanji berdiri, maka prosesi peletakan pacci dimulai oleh Anrong bunting yang kemudian diikuti oleh sanak keluarga dan para undangan yang telah diberi tugas untuk meletakkan pacci. Satu persatu para handai taulan dan undangan dipanggil didampingi oleh gadis-gadis pembawa lilin yang menjemput mereka dan memandu menuju pelaminan. Acara Akkorontigi/Mappacci ini diakhiri dengan peletakan pacci oleh kedua orang tua tercinta dan ditutup dengan doa.

Gambar 9. Prosesi Acara Akkorontigi/Mappacci


3. Appanai’ Leko Lompo (Erang-erang) atau sirih pinang, danAssimorong (Akad Nikah)









Kegiatan ini dilakukan di kediaman calon mempelai wanita, dimana rumah telah ditata dengan indahnya karena akan menerima tamu-tamu kehormatan dan melaksanakan prosesi acara yang sangat bersejarah yaitu pernikahan kedua calon mempelai.

Beberapa persiapan yang dilakukan oleh kedua belah pihak keluarga:

Keluarga Calon Mempelai Wanita (CPW).

Dua pasang sesepuh untuk menjemput CPP dan memegang Lola menuntun CPP memasuki rumah CPW.
Seorang ibu yang bertugas menaburkan Bente (benno) ke CPP saat memasuki gerbang kediaman CPW.
Penerima erang-erang atau seserahan.
Penerima tamu.
Keluarga Calon Mempelai Pria (CPP).

- Petugas pembawa leko’ lompo (seserahan/erang-erang), yang terdiri dari:
Gadis-gadis berbaju bodo 12 orang yang bertugas membawa bosara atau keranjang yang berisikan kue-kue dan busana serta kelengkapan assesories CPW.
Petugas pembawa panca terdiri dari 4 orang laki-laki. Panca berisikan 1 tandan kelapa, 1 tandan pisang raja, 1 tandan buah lontara, 1 buah labu kuning besar, 1 buah nangka, 7 batang tebu, jeruk seperlunya, buah nenas seperlunya, dan lain-lain.
- Perangkat adat, yang terdiri dari:
Seorang laki-laki pembawa tombak.
Anak-anak kecil pembawa ceret 3 orang.
Seorang lelaki dewasa pembawa sundrang (mahar).
Remaja pria 4 orang untuk membawa Lellu (payung persegi empat).
Seorang anak laki-laki bertugas sebagai passappi bunting.
- Calon mempelai Pria- Rombongan orang tua- Rombangan saudara kandung- Rombongan sanak keluarga- Rombongan undangan.

Prosesi acara Assimorong:

Setelah CPP beserta rombongan tiba di sekitar kediaman CPP, seluruh rombongan diatur sesuai susunan barisan yang telah ditetapkan. Ketika CPP telah siap di bawa Lellu sesepuh dari pihak CPW datang menjemput dengan mengapit CPP dan menggunakan Lola menuntun CPP menuju gerbang kediaman CPW. Saat tiba di gerbang halaman, CPP disiram dengan Bente/Benno oleh salah seorang sesepuh dari keluarga CPW. Kemudian dilanjutkan dengan dialog serah terima pengantin dan penyerahan seserahan leko lompo atau erang-erang. Setelah itu CPP beserta rombongan memasuki kediaman CPW untuk dinikahkan. Kemudian dilakukan pemeriksaan berkas oleh petugas KUA dan permohonan ijin CPW kepada kedua orang tua untuk dinikahkan, yang selanjutnya dilakukan dengan prosesi Ijab dan Qobul.

Setelah acara akad nikah dilaksanakan, mempelai pria menuju ke kamar mempelai wanita, dan berlangsung prosesi acara ketuk pintu, yang dilanjutkan dengan appadongko nikkah/mappasikarawa, penyerahan mahar atau mas kawin dari mempelai pria kepada mempelai wanita. Setelah itu kedua mempelai menuju ke depan pelaminan untuk melakukan prosesi Appla’popporo atau sungkeman kepada kedua orang tua dan sanak keluarga lainnya, yang kemudian dilanjutkan dengan acara pemasangan cincin kawin, nasehat perkawinan, dan doa.

0 komentar:

Posting Komentar