• LinkedIn
  • Join Us on Google Plus!
  • Subcribe to Our RSS Feed

Minggu, 15 Maret 2009

second

05.51 // by Unknown // // No comments

POSESIFNYA PACARKU


"ya, aku ke sana , hari ini aku harus ke redaksi dulu, ada meeting." Kataku pada Revan.
"Ooo, ya udah kita ga usah ketemuan di PIM. Aku mau pulang aja. Ke redaksi aja seharian. Bilang aja kamu ketemu si Rio khan. Ya udah sana." Terdengar suara Revan membanting telepon genggamnya.
Tak heran aku mendengar perkataannya, sifatnya cukup keras kepala kadang membuatku lelah menghadapinya setiap hari, tapi itu sudah resiko ketika aku mengatakan bersedia menjadi pacarnya. Namaku Alveoli, veo aja panggilannya, aku part time di sebuah majalah remaja dan masih meneruskan kuliah ku di salah satu universitas swasta. Rio adalah orang yamg pernah ada dalam hidupku dulu. Dia adalah mantan ter-the best. Aku juga heran kenapa aku bisa putus dengannya. Sementara dengan Revan, aku baru mengenalnya kira-kira 1 tahun yang lalu. Perkenalan kami dipermulus oleh orang tua kami.

¢¢¢
"Hai, Vi!Baru datang ?" Rio mencegatku ketika masuk lift. " U're so sexy today. Nice dress!" Katanya memuji kemeja polos putihku plus jeans belel favoritku.
Bagaimana seorang cewek gak tergoda mendengar pujian dari cowok sekeren itu. Memang takdir atau apa yang bisa menarik Rio untuk balik lagi ke Jakarta, setelah lama di luar negri untuk mendapatkan gelar S2 nya. Dan dia memilih untuk gawe di tempatku sekarang.
"Hai.. Udah lama?"kataku grogi sambil menunduk.. aku salting. Sudah lama tak se-nervous ini ketika berhadapan dengannya, apalagi di lift yang sempit ini, hanya ada kami berdua. Rio mendekatiku, Mendorongku pelan, Aku mundur sampai tak ada ruang kosong, Mata kami ber-adu, dan yang tak aku harapkan terjadi. Dia mencium lembut bibirku. Dan bodohnya, aku tak kuasa menolaknya. Aku menikmatinya.
"Rio.. Sorry!" Akhirnya aku menunduk, Akalku sudah mulai naik kepermukaan
"Love you.." Tangannya memegang wajahku. Tak kuasa ku mencegahnya untuk menciumku.
'Bip..bip..' Hpku berbunyi. "ha..loo!" Aku berusaha menjawab sewajar mungkin
"Kenapa? Kok suaranya aneh gitu.." Ternyata suara Revan "ah, Kamu van. Aku udah mau meeting. Nanti aku telpon balik deh. Udah dulu ya!"
¢¢¢
Suasana hatiku kacau setelah kejadian di lift pagi ini, meeting berjalan lancar tapi sekarang aku tak bisa berlama-lama menatap Rio. Tapi sepertinya aku akan mendapat masalah lagi karena project baruku harus survei tempat dengannya di daerah puncak.
"Gimana Vio, kamu bisa hari sabtu?" Pak Irwan, manajerku membangunkan ku dari lamunanku.
"Oh..ya Pak!" Kataku kaget
"Ya sudah kalian diskusikan dulu saja berdua, saya permisi dulu" Pak Irwan meninggalkan kami berdua. Suasana kaku kembali terjadi.
"Vio, aku gak menyesal dengan apa yang terjadi tadi." Rio memulai pembicaraan.
Aku tak berkomentar, pura-pura sibuk dengan kertas di atas mejaku. "eh,kenapa?"
"Rasanya masih sama saat pertama kali kita .."
"Pak" Aku memotong pembicaraan "Tolong kita selesaikan ini dulu, masalah pribadi dibicarakan nanti."
Lega rasanya akhirnya kami bicarakan project, bukan masalah yang membuat hatiku deg-degan.
¢¢¢
"Hai, vio. Udah selesai gawenya?" Aku agak kaget ternyata Revan sudah menunggu di ruang bawah "yuk, pulang!"
"Eh, tumben nih. Ada angin apa?" Kataku heran dengan inisiatifnya menjemputku.
"Ya udah hari sabtu ya Vio!" Tangan Rio memeluk pinggangku sambil berlalu pergi.
"Yuk pulang!" Aku mengajak Revan turun dan masuk mobil. Selama perjalanan pulang aku menghindari pembicaraan, takut aku harus berbohong. Karena mataku jarang berbohong.
"Ada apa hari sabtu?" Revan penasaran "janjian?hayo ngaku?"
"itu survei buat proyek baru. Kebetulan aku yang tahu programnya. Gitu loh hunny bunny!"
'bip..bip' sms di hpku. Kulihat nama Rio
"Siapa?" Pandangan Revan penuh selidik
"Ehm.. Rio!" kataku sambil membuka pesan "U gives me spirit today. Thanks for the things. "dia ngasih tahu jam berangkat hon!" kataku sebelum Revan nanya-nanya

¢¢¢

Sebenarnya Revan tidak mengizinkan aku pergi untuk survei tapi karena aku bujuk, akhirnya dia ngalah dengan syarat tiap jam harus ada laporan aku ada dimana, dan sedang apa. Katanya untuk menghindarkan kesempatan.
"Rio, mba Nevi kayaknya ga terlalu cocok dengan tempat ini deh." Aku menelusuri ruang Rapat dengan mayoritas warna putih itu
"Vi, tau gak kenapa aku gak pernah ganggu kamu 1 tahun belakang ini?" Rio duduk sambil memegang teh manis kesukaannya "Aku janji sama Rivan, aku akan usaha untuk melupakan kamu selama 1 tahun agar kamu bisa dekat dengan Rivan, supaya adil bersaing denganku."
"Maksud kamu?"
"Aku masih mencintai kamu. Bodohnya aku, terlambat sadar betapa berartinya kamu di hidup aku waktu kamu ga ada di dekat aku." Kami duduk berhadapan
"Udahlah Rio, aku khan udah mulai nyaman dengan Revan, pliss jangan ganggu aku."
"Aku langsung balik, waktu udah selesai di sana, waktu aku pulang aku masih berharap kamu akan nunggu aku. Tapi, ternyata kamu baru aja kenal sama revan. Aku marah. Aku mendatangi cowok itu."
"kamu..?"
"iya. Kamu kenal aku. Aku minta kamu dari dia." Rio mengingat kejadian 1 tahun lalu "Dia setuju untuk bersaing dengan ku. Tapi dia ingin kesempatan yang sama seperti waktu yang sama telah aku habiskan denganmu. Karena itu aku tak menggubrismu 1 tahun ini. Tapi begitu 1 tahun berlalu, tepat waktu kejadian lift itu"
"Kalian mempermainkan aku?" Aku mulai marah, Aku berdiri dan pergi dari tempat itu. Tak tahu apa yang ada di kepalaku. Aku membawa mobil dengan emosi ke bilangan Jakarta Selatan. Saat ini jam menunjukkan pukul 22 malam. Aku mampir di Café di sana,
'bip..bipp'
"Dimana Vi?"suara Revan
"Bliss" kataku sambil meneguk illusion. Sudah lama aku tak mencicipi minuman ini. Agak pusing. Tak lama kemudian Revan datang, kali ini tidak dengan marah, tapi dengan muka bersalah
"Maafin aku.. tadi aku telpon Rio" revan menarik gelasku
"Hhhh..sini-in.."Aku mulai sempoyongan.
"Vi.." Revan memelukkku. "kamu tahu betapa sayang aku ke kamu."
"Bodo amat. Gak peduli." Kataku sambil meneguk satu botol minumanku yang ke 4. "U never knows me as well as Rio. U know why? He let me know how much he love me."
"I wish I could tell you the truth, I couldn't let you go" revan duduk di depanku. "Yuk.. kita Pulang"

¢¢¢
Pagi ini matahari begitu terik, sinarnya tidak sopan langsung menusuk dua bola mataku ketika jendela itu dibuka. Pening di kepalaku belum hilang begitu aku melihat sekeliling. Ruangan ini bukan kamarku.
"Aduh" Aku memegangi kepalaku, rasanya seperti mau pecah
"Makanya jangan sok tahu. Minum ampe lupa dunia begitu tadi malem" Revan memberikan minum teh madu hangat ke tangan ku. "Tadi malam mama-mu telepon, tak ingin buat beliau khawatir aku angkat telepon itu, dan bilang kamu nginap di rumahku"
"whatsssss" Aku tersentak, Seumur hidupku aku tak pernah menghabiskan waktu bermalam di rumah teman atau siapapun yang berlawanan jenis. "Truss, kata mama apa?"
"Dia sih nanya ada acara apa sampai kamu nginep? Nyariin kamu sih. Tapi aku bilang kita ada proyek bareng. Gitu.Huny!"
Bip..bip..
"ya. Hallo mom. Hmm maaf aku ga bilang kalo lagi di rumah Revan, ini sudah mau ke kantor ya! luv you" Aku mengambil tasku bersiap pergi.
"Vio.. tadi malam kamu udah bilang apa yang kamu rasa tentang aku, aku pun begitu, tapi sepertinya kamu ga sepenuhnya mencerna kata-kataku"
"Can we discuss later please! I Must go to work" aku masuk kamar mandi, berharap membersihkan sisa minuman tadi malam. " ada baju buat aku ga Re?"
"aduh aku gak pernah mengizinkan wanita lain menginap di apartemenku Vi, jadi aku ga punya baju perempuan"
¢¢¢
Lengkap sudah penderitaan ku hari ini, bangun ke kantor kesiangan, lupa akan rapat pagi ini, dan akhirnya berita mengejutkan tiba di mejaku.
"Vio, surat tuh dari….. kayaknya wesel." Amran memberikan sebuah kotak coklat. "Apa ya?" Aku heran. Ku buka kotak itu, ternyata beberapa surat penting diantaranya surat wasiat mendiang Kakek.
7-8-05
Assalamualaikum…
Anak-anak dan cucuku, kalau kalian membaca surat ini berarti sudah sampailah umurku. Inginnya aku tidak membebani kalian dengan penyakit dan masalahku, tapi apalah daya….
Ananda… Ku titipkan evan kepada kalian. Dia adalah anak sahabatku. Richard yang sudah menolongku dari hidup ini. Aku hutang nyawa padanya, sudah sepantasnyalah aku balas budi, tapi sepertinya aku tak bisa.
Ananda .. Richard adalah rivalku dalam merebut nenekmu dulu, dia mengalah demi aku. Karena itu aku berjanji padanya untuk mengikat tali persaudaraan
Untuk cucu perempuanku…
Kau menikahlah dengan nino.. itu pintaku.
Wassalamualaikum…
¢¢¢
Sepertinya gak bener nih, aku menelpon mama " Mom, ada apa yak ok tiba-tiba ada surat mendiang kakek"
"oo.. surat itu sampai padamu." Kata Mama datar "ya sudah., kau pulanglah sekarang"
Clikk..
Hp dimatikan, aku kebingungan. Langkah gontai memasuki lift untuk turun. Di lantai bawah ternyata ada Rio. Dengan cepat kuayunkan kakiku untuk segera pergi dari situ namun ada tangan yang mencegahku.
"No..mau kemana nona manizku! Jangan marah. Aku hanya melakukan perjanjian diantara laki-laki." Rio memulai percakapan "Bisa kita bicara, Vio?"
"not now. Aku mau pulang ada urusan penting." Aku berlalu meninggalkan Rio yang terdiam.
Pintu rumah mamiku di kawasan Tebet tampak ramai, seperti acara arisan keluarga, karena kulihat banyak tante dan omku di ruangan tanpa anak-anak mereka. Hati ku mulai berfirasat buruk.
"Nah ini dia pengantinnya !" Om Jery menarikku masuk ke rumah "Masuk Vio, ada yang kita mau omongin"
"ada apaan nih om, kok rame-rame" Aku duduk di sofa di apit mama, om jery dan tante Tuti serta om Simon.
"Ok, tanpa basa-basi. Vi. Kamu udah terima surat dari kakekmu kan. Itu adalah permintaan terakhirnya. Sebelum meninggal dia berpesan agar salah satu cucunya menikah dengan calon yang dia pilih. Kami keberatan karena permintaan yang aneh, tapi akhirnya dia menyerah. Dia menyerahkan kepada kami anak siapa diantara kami yang paling tertua dan setelah kami pertimbangkan akhirnya kamu yang terpilih" Om Simon menjelaskan sambil berkaca-kaca.
"Tunggu dulu, zaman bukan zaman siti nurbaya lagi, dijodohkan. Tapi aku gak mau dianggap durhaka dengan melawan orang tua. Jadi aku bersedia diperkenalkan dengan calon kakek. Dengan syarat aku yang memutuskan cocok atau tidak. Karena akulah yang akan menjalani hidup bersama" Aku menatap mama. Mama tak bisa berbuat banyak, karena walaupun dia seorang usahawan sukses tapi di depan keluarganya dia adalah anak bontot yang salah pilih jalan karena menikah dengan ayahku yang tidak direstui orangtua. Kali ini pilihan jatuh ke tanganku untuk memperbaiki nama ibuku. Aku mengerti hal ini.


Sore ini aku pergi keluar, aku ingin menenangkan diri. Ku larikan mobil ke rumah Sasa. Sahabatku. Tepatnya tong smpah semua kesedihanku sama seperti hari ini.
"hiks..gue sa.. akhirnya gue yang dapat undian itu untuk ngebayar hutang kakek gue. Coba bokap gw ada di sini ngebelain gw" kataku sambil meneguk teh hangat di kamarnya yang serba pink.
"yah.. nambah banget nih masalah lo, dan ujung-ujungnya lo harus ganggu gw. Mentang –mentang gw masuk psikologi jadi dengan seenaknya lo minta advice dari gw gratis gitu. Hehe..gak pake." -Aku koreksi kata-kataku, dia sahabatku yang penuh pamrih-
"saaaaa"rengekku "plisss kali ini kasih gw masukan apa yang harus gw lakuin"
"cari bokap lo aja"
¢¢¢
Seminggu, aku meminta cuti. Kebetulan aku liburan naik tingkat. Tanpa memberitahu semuanya kecuali Sasa. Walau bagaimanapun dia harus tahu kemana aku mencari ayahku. Sidney…. I'm coming. Sebenarnya ini kali ke-dua aku mengunjungi kota ini. Kota yang dapat membuat aku menangis. 2 tahun yang lalu ketika mengantar Rio, melepaskan kekasihku di kota ini, dan kali ini aku ingin membawa ayahku pulang. Walaupun aku tak tahu apa yang aku lakukan akan berhasil. Aku berjalan menelusuri jalan kecil, disisinya terdapat apartemen yang tersusun rapi dengan banyak tanaman di tengah kota membuat kota ini eksotik.
"hello.. can I met with Mr. Andre" aku memencet bel ragu2. Nervos juga bertemu orang yang membuat aku ada di dunia ini. –maaf terlalu berlebihan-
Pintu terbuka, ruang tamu terlihat rapi, dengan dominant warna merah (warna kesukaan Mama). Ruangan kecil itu tampak hangat dengan banyak foto kami di sepanjang dinding. Foto usia 5 tahun ku masih rapi dan bersih berjejer di samping foto ayah yang memakai jas kebesarannya dan stetoskop di tangannya.
"hallo my baby… kenapa gak beritahu ayah kamu datang, kan bisa dijemput?" ayahku datang dengan menggunakan pajama kesayangannya. "maaf ya hari ini ayah libur jadi masih bermalas-malasan."
"miss u." Aku memeluk ayahku erat " kan mau buat kejutan. Kok tambah kurus sih yah!" Aku duduk di kursi itu. Kulihat senyum bahagia di wajahnya saat aku memeluknya. Sudah lama aku tak menemuinya. Sejak mama melarangku untuk menemuinya, tapi itu waktu aku tak punya uang dan masih dibawah pengawasan mama, tidak sekarang. Aku gadis dewasa yang mandiri.
"yah. Pulang ke Jakarta mau ga? Aku menatap seorang dokter yang masa lalunya cukup pahit. 5 tahun yang lalu istrinya meninggal karena cancer, dan beliau yang mengerjakan operasinya. Yup, mamaku istri ke-2. Mama Isabel –aku menyebut istri pertama ayahku- mempersilahkan ayah menikah dengan mamaku 23 tahun yang silam. Mereka tidak di karuniai seorang anak karena kondisi mama Isabel.
"ada apa vio?something happened with you?" ayah berkerut. Wajahnya yang sudah tidak muda lagi mulai berpikir. "Ok kita pulang.. tapi ada yang perlu dibereskan dulu di sini."

Dua minggu aku habiskan menikmati kota ini, selain dengan ayahku dengan teman-temanku tentunya. Hari ini aku akan nonton dengan Muti yang kebetulan adalah sahabat Rio dan juga temanku. Sudah lama aku tak bertemu dengannya sejak dia menikah dengan pria bule -Dave-, dan memutuskan tinggal di negri asing ini. Kami janjian di depan bioskopnya. Dari kejauhan aku melihatnya, perawakan Muti terlihat lebih gemuk tapi terlihat fresh, melambaikan tangan kirinya sementara tangan kanannya memegang kopi. Ternyata iklim disini juga bisa mengganggu Muti yang sudah tinggal 8 tahun disini. Sebelum aku melambai kembali, tiba-tiba ada beberapa pria Asia menghadangnya dan mereka tampak terlibat percakapan serius.
"ada apa?" aku berjalan cepat menghampiri temanku
"kamu seharusnya tahu dimana dia? Dia pengecut. Kau tahu membuat temanku hampir mati dibuatnya!" Seorang pria bertubuh atletis terlihat marah pada Muti
"saya tidak mengerti apa yang kamu maksud, saya sudah lama tidak keep in touch dengannya. So kamu salah alamat." Muti menantang pria itu
"Rio, dia temanmu kan, aku tahu jangan bohong. Jangan kau lindungi dia" Kali ini pria lain membentak muti
"hei… sebaiknya kalian hati-hati gentleman. Watch out u'r hand. Ada apa dengan Rio" Kataku penasaran "mau apa kalian?"
"kau tahu dimana dia?" Pria atletis tadi terlihat melunak, dia melihatku, dan mengulurkan tangannya
"Sorry, gw James. Gw ada urusan sama dia. Dia ngehamilin temen gw"
"…………….."
JAKARTA
1minggu setelah pulang, aku hanya menyendiri di kamarku. Ayah ikut pulang denganku, tapi aku tidak menemukan kedamaianku. Bertambah satu beban fikirku yang bergeliat di alam bawah sadarku tiap malam mendengungkan apakah benar pria yang selama ini sempurna dimataku mampu berbuat seperti itu.
Bip..bip..
" haloo.. kenapa Rio?" aku memberanikan menjawab teleponnya "sudah ingat apa salahmu?" aku berteriak "aku sangat mengenalmu, dulu kau tak begitu. Kau bintang dihatiku jadilah yang kumau, tapi bukan ini yang aku mau"
"……………." Sunyi tak ada suara
"aku.. gak seperti yang kamu tuduh, pliss vio. Kamu gak tau kan rasanya bersama orang sakit selama 2 tahun. Aku berusaha menjadi seperti kamu, seorang malikat untuk orang lain. Tapi aku gak bisa, aku benar-benar mencintai kamu. Kamu ga bisa bayangin bagaimana berada dalam situasi yang penuh dengan tekanan setiap hari. Aku hampir gila."
Suara lirih Rio membuatku mulai melunak. Aku mendengarkan tiap kata-kata yang keluar dari bibirnya.
"Aku gak mau membuat kamu sedih dengan keadaan aku. 2 tahun lalu ketika aku baru di sidney, rasanya kamu tetap ada disamping aku, sampai beberapa hari aku sadar kalau kamu ga ada buat aku, aku coba melarikan diri dengan alkohol. Aku salah besar, karena alkohol itu aku bertemu clara di sebuah pub. She's nice girl. Aku conversation sama dia, terlihat biasa aja rambut bule mata biru dan hidung mancungnya membuat dia hampir mirip dengan kamu. Hubungan pertemanan itu berlamjut karena alkohol itu membuat aku larut, berhari-hari,minggu, dan bulan aku ga konsentrasi belajar hanya pub dan clara. Sampai suatu malam aku di pub itu dan clara terlihat sangat payah meminta aku mengantarnya pulang, aku bawa dia ke hotel karena aku ga yakin aku bisa bawa mobil dengan keadaan aku yang kacau. Ruangan yang nyaman dan keadaan kami.."
"OK stop sampai disitu. Aku... udah gak mau dengar" aku gak kuasa kalau aku mendengar sesuatu yang menyakitkan dari mulutnya.
"please, jangan buat aku jadi benci sama kamu, kamu harus tanggung jawab dengan segala yang kamu buat"aku menutup telpon
¢¢¢
Bulan ini mungkin yang terberat buat aku, akhirnya aku akan mengucapkan janji sakral yang akan ku pegang terus sampai akhir hidupku dengan seorang pria. Revan pria yang dipilihkan kakek untukku. Ternyata selama ini Revan tahu tentang ini, tapi dia inggin merahasiakannya karena tidak mau aku terpaksa menikah dengannya. Kalau ditanya apakah aku siap dengan ini, dalam hatiku mengatakan tidak, tapi aku wanita dewasa yang bisa menimbang keputusanku ini mungkin saja salah tapi aku berusaha sebaik mungkin untuk membahagiakan semua orang.
"vio, aku tanya lagi, apakah kamu siap menikah dengan ku" Revan terlihat tampan dengan setelan adat jawa itu mencoba melunakkan suasana tegang hatiku yang tak mampu ku sembunyikan.
"ya, aku berusaha untuk itu"kataku pelan sambil memasuki ruang mesjid itu.
"baiklah, apakah kedua mempelai telah siap untuk akad nikah?" seorang ustad mulai membacakan doa, dan air mataku mulai berlinang. Aku kembali mengingat keputusan melepaskan Rio untuk menikahi wanita itu, entah bagaimana kabar mereka sekarang, yang jelas mereka memiliki seorang anak lelaki bernama alviro. Terakhir aku bicara kepada Rio nama itu diambil dari namaku dan namanya. Sebulan setelah menikah, Rio bunuh diri karena depresi berat, dan disekitar tubuhnya tertulis namaku. Ironis memang, yang lebih tidak aku pahami adalah ternyata dari hasil tes DNA menunjukkan bahwa alviro bukan anak Rio.
¢¢¢
To : vioria-ria28@gmail.com
From : bulet_bgt@Sidney.net
Subject : the true is?
......ni muti, vi!! Aku mengucapkan happy wedding ya Bu!! Sekalian aku tulis ini untuk memberitahukan kejadian sebenarnya, cewek itu gila. Rio benar ternyata cewek itu sakit dan kakaknya menutupi hal itu, semua kebohongan itu terkuak setelah kematian Rio, berita di sini mengabarkan hal serupa. Seorang wanita gila telah membunuh seorang lelaki yang perawakannya mirip Rio, dan benar ternyata pria itu yang memperkosanya. Setelah berita itu cewek gila itu masuk rumah sakit gila. Pada saat yang bersamaan Rio meninggal.
Aku ga mau kamu terus menerus hidup dalam bayangan Rio, sekarang kamu harus pasrahin semuanya dan jalanin hidup baru..

Terimakasih untuk semua yang terjadi di hidup aku, terimakasih untuk suamiku saat ini yang mau menerimaku apa adanya walaupun bayang-bayang Rio masih ada di kelopak mataku sampai hari ini.

The End

0 komentar:

Posting Komentar